-->

Subscribe Us

download mars humanis fisip unhas

PENGESAHAN OMNIBUS LAW, KENAPA TERBURU-BURU?


 PENGESAHAN OMNIBUS LAW, KENAPA TERBURU-BURU?

 

Kurang lebih sebulan yang lalutepatnya pada tanggal 5 Oktober 2020, Dewan Perwakilan Rakyat resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerjabersama dengan 3 RUU lainnya dalam sebuah produk hukumyang bernama ‘Omnibus Law’. Kata ‘Omnibus Law’ sangat ramai diperbincangkan sepanjang tahun 2020, mulai dari kalangan akademisi dengan berbagai analisisnya hingga kalangan buruh maupun pekerja yang masih “awam” dengan Undang-Undang tersebut. Hal ini tentu bukan tanpa alasansebab menurut beberapa diskursus yang beredar, Omnibus Law merupakan sesuatu hal yang kontroversialbaik dari aspek formil maupun aspek materiilMaka tak ayalrentetan respon penolakan terhadap UU ini gencar dilakukan selama kurun waktu 10 bulan belakanganMulai dari penolakan melalui jalur hukumpenolakan melalui media, hingga penolakan dengan melakukan aksi turun ke jalan telah dilakukan oleh pihak yang kontra terhadap Omnibus Law tersebut khususnya terhadapRUU Cipta Kerja

Lantastimbul sebuah pertanyaan; apa yang menjadi permasalahan dari Omnibus Law tersebut sehingga berbagaipenolakan hadir dari masyarakat Indonesia? Sebelum membahas mengenai masalah yang ada dalam UU tersebutterlebih dahulu kita mengetahui alasan terbentuknyaWacana mengenai Omnibus Law tersebut bermula sejak pidato Presiden Joko Widodo dalam pelantikannya sebagai Presiden untuk periode kedua pada Oktober 2019. Pada pidatonyaPresiden mengemukakan akan membentuk sebuah UU yang menjadi Omnibus Law sehingga dapat merevisi puluhan undang-undangPembentukan Omnibus Law bertujuan untuk menghilangkan regulasi yang tumpang-tindih sehingga tidak menghambat iklim investasi yang masuk di Indonesia. Niat awal Presiden untuk membentuk UU tersebut adalah baikyakni menarik investasi sebanyak-banyaknya ke dalam negerimembuka lapanganpekerjaan seluas-luasnyasekaligus menyederhanakan proses perizinan untuk segala bidang

Pada pembentukannya, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian membentuk Satuan Tugas (Satgas) yang terdiri dari 127 orang. Satgas yang didominasi oleh pengusaha ini menjadi sebuah masalah karena mengabaikan partisipasi dari masyarakat terdampak seperti buruh hingga masyarakat adat. Selain itupermasalahan yang terjadi mengenai pembentukannya yaitu tata cara pembuatannya tidak transparan dan menyalahi prosedur pembuatan Undang-Undang. Kemudiandalam aspek hierarki, dalam peraturan perundang-undangan hierarki merupakan hal yang paling mendasar dalam pembentukan suatu produk hukumJika ditinjau dari hierarki peraturan perundang-undangankedudukan UU Omnibus Law dalam hal ini RUU Cipta Kerja adalah belum diaturPada dasarnya Undang-Undang konsep Omnibus Law yang dicanangkan oleh pemerintah pusat seakan-akan atau bisa mengarah kepada Undang-Undang Payung karena mengatur secara menyeluruh dan kemudian mempunyai kekuatan terhadap aturan yang lain. Tetapi, Indonesia justru tidak menganut Undang-Undang Payung karena posisi seluruh Undang-Undang adalah samaOleh karena itukonsep Undang-Undang hasil Omnibus Law sebagai Undang-Undang Payung tidak memilikilegitimasi dalam UUP3.

Selain beberapa permasalahan yang telah disebutkanpertanyaan berikutnya yang kemudian timbul seputar Omnibus Law yaitu mengapa pengesahan UU tersebut terkesan terburu-buru

Di dalam buku yang ditulis oleh ilmuwan politik asal Amerika Serikat yang berjudul Oliigarkhpembahasan mengenai ekonomi-politik sangat erat dengan kasus Omnibus Law tersebut. Kata ‘Oligarki’ ditekankan pada mereka yang menggunakan harta untuk mempertahankan kekayaannyaIa selalu berupa individu bukan lembaga atau instansiOligarki merupakan relasi kekuasaan yang memusatkan sumber daya ekonomi pada segelintir pihakDalam konteks inirelasi antara kelompok industrialis dan elit politik yang saling menguntungkan secara timbal-balik. Oleh karena itudapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pengesahan Omnibus Law tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa orang yang memiliki kepentingan tertentuDengan kata lain, pengesahan yang terkesan terburu-buru tersebut bisa jadi merupakan intervensi dari segelintir orang terhadap pemerintah agar “kepentingan” mereka dapat berjalan mulus.   

 

 


————————————

Departemen Advokasi dan Pengabdian Masyarakat

HUMANIS FISIP UNHAS

2020-2021


Kejayaan dalam Kebersamaan!