-->

Subscribe Us

download mars humanis fisip unhas

Proyek Jurrasic Park, Bagaimana Nasib Komodo?


 

PROYEK JURRASIC PARK, BAGAIMANA NASIB KOMODO?

         Oktober lalu, di beberapa media sosial baik itu twitter maupun Instagram sedang marak diperbincangkan tentang seekor komodo yang menghadang truk. Sangat banyak poster, gambar maupun ilustrasi yang menampilkan tayangan serupa, dimana komodo seolah tidak setuju dengan kehadiran truk tersebut. Kejadian tersebut terjadi di Pulau Rinca, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

         Pulau Rinca adalah salah satu dari 3 pulau utama dari taman nasional komodo, yang terdiri dari Pulau Komodo, Pulau Padar dan Pulau Rinca itu sendiri. Selain itu banyak juga pulau-pulau kecil di sekitarnya yang jika dijumlahkan memiliki luas tanah 603 km². Total luas Taman Nasional Komodo saat ini adalah 1.817 km². Diperluas hingga 25 km² (Pulau Banta) dan 479 km² perairan laut akan menghasilkan total luas hingga 2.321 km². Keanekaragaman fauna di Taman Nasional Komodo menjadikan rantai makanan berjalan dengan baik, sehingga mendukung berlangsungnya kehidupan fauna di sana. Di pulau ini dapat ditemukan kuda, banteng, rusa, babi hutan, ular, kera, kerbau, berbagai jenis burung dan komodo. Komodo menjadi spesies yang paling unik diantara semua binatang di pulau itu, karena diidentifikasi sebagai hewan purba yang hampir punah. Uniknya lagi, komodo (Varanus komodoensis) hanya dapat ditemukan di Taman Nasional Komodo tersebut. Karena itu, Taman Nasional Komodo dinyatakan sebagai World Heritage Site dan Man and Biosphere Reserve oleh UNESCO tahun 1986. Taman Nasional Komodo didirikan pada tahun 1980, terletak di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

         Komodo merupakan aset berharga yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kehadirannya sudah dianggap saudara kembar oleh warga setempat. Kehidupan warga setempat berhubungan erat dengan komodo, seperti kebudayaan ataupun tradisi-tradisi yang ada. Oleh karena itu, sebagai masyarakat Indonesia, kita perlu bersama-sama melestarikan hal tersebut, karena hal itu merupakan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain.

         Akhir-akhir ini pembangunan yang dilakukan pemerintah di Pulau Rinca menimbulkan kontra dari sisi masyarakat, terutama organisasi-organisasi yang bergelut di bidang lingkungan. Padahal pemerintah menganggap bahwa pembangunan tersebut berdampak positif pada pariwisata yang sedang dikembangkan menjadi pariwisata yang berkelanjutan. Tujuannya adalah agar jumlah pengunjung wisatawan domestik maupun mancanegara menjadi meningkat.

         Pembangunan ini dilakukan berdasarkan persetujuan oleh Ditjen Sumber Daya Air (SDA) dan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk pembangunan sarana dan prasarana wisata alam dengan konsep Geopark atau wilayah terpadu yang mengedepankan perlindungan dan penggunaan warisan geologi dengan cara yang berkelanjutan.

         Pembangunan yang menghabiskan dana Rp. 69,96 miliar ini diorientasikan untuk membangun:

1.      Dermaga Loh Buaya, yang merupakan peningkatan dermaga eksisting.

2.      Bangunan pengaman pantai yang sekaligus berfungsi sebagai jalan setapak untuk akses masuk dan keluar ke kawasan tersebut. Elevated Deck pada ruas eksiting, berfungsi sebagai jalan akses yang menghubungkan dermaga, pusat informasi serta penginapan ranger, guide dan peneliti, dirancang setinggi 2 Meter agar tidak mengganggu aktivitas komodo dan hewan lain yang melintas serta melindungi keselamatan pengunjung.

4.      Bangunan Pusat Informasi yang terintegrasi dengan elevated deck, kantor resort, guest house dan kafetaria.

5.      Bangunan penginapan untuk para ranger, pemandu wisata, dan peneliti, yang dilengkapi dengan pos penelitian dan pemantauan habitat komodo.

Dari tujuan tersebut dapat diketahui bahwa pembangunan ini dilakukan agar akses di lembah Loh Buaya dapat dilakukan dengan mudah baik dari sisi wisatawan maupun petugas dan ranger atau pemandu wisata.

         Pihak PUPR merinci bahwa ada 15 ekor komodo yang sering terlihat di lokasi pembangunan dari total 60 ekor komodo yang berada di lembah Loh Buaya. Pihak PUPR juga menyatakan bahwa penutupan lokasi wisata Pulau Rinca dilakukan hingga juni 2021 dengan tujuan agar pembangunan dapat berjalan dengan cepat.

         Meskipun begitu, ada banyak masyarakat yang memilih untuk mengecam pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah itu. Pada umumnya tidak setuju dengan pembangunan karena alasan pembangunan tersebut dapat merusak habitat komodo. Salah satu organisasi berbasis lingkungan yang tidak setuju pada pembangunan di Pulau Rinca itu adalah FORMAPP (forum masyarakat peduli dan penyelamat pariwisata). Ketua FORMAPP Aloysius Suhartim Karya, mengatakan bahwa pembangunan sarana dan prasarana pendukung pariwisata di Pulau Rinca bisa mengganggu kelestarian habitat komodo. Pembangunan tersebut akan dilakukan dengan menebang pohon, yang mana pohon tersebut merupakan tempat berlindung bagi anak-anak komodo dari serangan komodo dewasa. Selain itu, pohon bidara, kesambi dan pohon asam yang merupakan sumber makanan bagi monyet ekor panjang juga pasti akan berkurang dengan adanya pembangunan ini. Seperti yang diketahui bahwa monyet ekor panjang merupakan sasaran buruan dari para komodo, dan sumber makanan dari monyet ini adalah buah-buahan. Jika pembangunan berlangsung dan monyet menjadi kekurangan makanan, kemudian lambat laun populasi monyet menurun, hal ini juga berdampak pada komodo tentunya.

         Selain itu, padang yang menjadi lokasi pembangunan merupakan tempat babi hutan, kuda maupun kerbau liar mencari makanan. Jika tempat ini menjadi objek pembangunan, binatang-binatang tersebut akan terusik sehingga akan meninggalkan tempat tersebut. Akibatnya bahan makanan komodo menjadi berkurang. Dan hal itu sangat beresiko bagi kelangsungan hidup komodo. Bukan hanya itu, kebisingan yang ditimbulkan pembangunan dapat membuat komodo menjadi stress, mengingat komodo adalah binatang penyendiri.

         Pihak WALHI Nusa Tenggara Timur juga berpendapat bahwa pembangunan di kawasan Loh Buaya itu dapat mengakibatkan ruang lingkup perkembangbiakan komodo menjadi menyusut. Pembangunan itu juga akan berdampak pada terganggu nya rantai makanan komodo.

          Berbagai macam respon masyarakat membanjiri media sosial terkait ketidak setujuan terhadap pembangunan yang dilakukan pemerintah di Pulau Rinca. Ada yang setuju, namun tidak sedikit yang melakukan protes terhadap hal tersebut. Pembangunan tersebut mungkin akan membuat akses wisatawan, ranger, peneliti dll menjadi terintegrasi, namun dampak yang terjadi pada binatang di pulau tersebut juga sangatlah besar. Binatang-binatang yang biasanya menjadi mangsa bagi komodo dapat terusik dan memilih meninggalkan wilayah tersebut, akibatnya komodo tidak lagi mendapatkan makanan. Selain itu, kehadiran truk dan alat-alat kerja yang membuat keributan dapat menjadikan komodo mengalami stress. Pembangunan tersebut sangat beresiko bagi kelangsungan hidup komodo. Sebagai organisasi berbasis lingkungan, FORMAPP dan WALHI telah menyampaikan ketidak setujuan nya terhadap pembangunan di Pulau Rinca itu. Lalu bagaimana dengan kita masyarakat Indonesia?

 


Daftar Pustaka

Bahfein, Suhaiela. 2020. “Percantik Pulau Rinca, Pemerintah Kucurkan Rp 69,96 Miliar”. https://properti.kompas.com/read/2020/07/18/130000021/percantik-pulau-rinca-pemerintah-kucurkan-rp-6996-miliar. (Diakses 18 November 2020).

Henry. 2020. “Cerita Akhir Pekan: Proyek Pembangunan Wisata di TN Komodo, Mau Dibuat Seperti Apa?”. https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4396192/cerita-akhir-pekan-proyek-pembangunan-wisata-di-tn-komodo-mau-dibuat-seperti-apa. (Diakses 18 November 2020).

Indonesiabaik.id. 2018. “Taman Nasional Komdo”. http://indonesiabaik.id/infografis/taman-nasional-komodo#:~:text=Taman%20Nasional%20Komodo%20mencakup%203,memiliki%20luas%20tanah%20603%20km%C2%B2.. (Diakses 18 November 2020).

Jelita, Insi Natika. 2020. “Foto Komodo Adang Truk Viral, Pulau Rinca Akhirnya Ditutup”. https://mediaindonesia.com/read/detail/355834-foto-komodo-adang-truk-viral-pulau-rinca-akhirnya-ditutup. (Diakses 18 November 2020).

Liputan6.com. 2020. “Mulai Senin Ini, Pulau Rinca Komodo Ditutup untuk Wisatawan hingga Juni 2021”. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4392126/mulai-senin-ini-pulau-rinca-komodo-ditutup-untuk-wisatawan-hingga-juni-2021. (Diakses 18 November 2020).

Litha, Yoanes. 2020. “ Organisasi Lingkungan Khawatir Pembangunan Pulau Rinca Ganggu Habitat Komodo”. https://www.voaindonesia.com/a/organisasi-lingkungan-khawatir-pembangunan-pulau-rinca-ganggu-habitat-komodo/5638989.html. (Diakses 18 November 2020).

TRIBUNNEWSWIKI.COM. 2020. “Pulau Rinca”. https://www.tribunnewswiki.com/2020/10/26/pulau-rinca. (Diakses 18 November 2020).