-->

Subscribe Us

download mars humanis fisip unhas

Program-Program Gratis Dari Pemerintah Cerminan Ketidaksejahteraan Masyarakat

Andi Azhar Mustfa
Ketua UMUM
 HUMANIS FISIP UNHAS


Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang lajak bagi kemanusiaan (UUD 1945 pasal 27 ayat 2)

Kembali mengingat Cita-cita luhur dari bangsa kita yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia …….. “.

Yaahhh, itulah tujuan dari Negara kita “ INDONESIA” yang tentunya memiliki korelasi satu sama lain untuk membuat Negara kita dapat diperhitungkan oleh bangsa lain. Hamparan alam yang begitu luas, jumlah penduduk yang begitu banyak, dan sejumlah potensi lain yang dimiliki oleh bangsa ini tentunya tak akan membuat kita kekurangan sumber daya.

Naahhh, di tengah proses demokrasi (PILPRES, PEMILUKADA ) kata-kata gratis begitu menjadi magnet bagi mereka yang ingin meduduki tampuk kekuasaan. Mulai dari pendidikan gratis, kesehatan gratis, KTP gratis, akte kelahiran gratis, dsb . Tapi siapa sih yang tidak mau dengan yang namanya gratisan. Kalau ada yang gratis kenapa mesti di tolak.

Kesehatan Gratis
Bukan permasalahan Gratis itu baik atau buruk, akan tetapi bagaimana proses pemerataan kesejahteraan masyarakat. Berkaca dari  realitas, bahwa sejumlah program gratis sangat tidak sejalan dengan kondisi pelayanan aparatur di lapangan. Sebagai contoh dalam ranah kesehatan, akan sangat kontras terlihat bagaimana bentuk pelayanan bagi mereka pemegang Jamkesmas, jamkesda, dll dengan mereka yang melalui jalur umum.

Mengutip hasil penelitian salah seorang mahasiswa di salah satu rumah sakit di sulsel tahun 2011 Dari pengamatan di lapangan. ternyata pasien yang ditempatkan di rujukan kelas III, tidak diperhatikan pelayanannya oleh perawat dan dokter, dokterpun hanya sekali-kali melakukan cek up pada setiap pasien yang menumpuk gara-gara rujukan yang terlalu banyak dari rumah sakit Kabupaten.

Olehnya itu perdebatan pro dan kontra, apalagi menelisik program kesehatan gratis, selalu saja tidak ada tingkat kepuasan dan apresiasi berhasil dari masyarakat baik pengguna Jamkesda, Askes, dan kartu kesehatan gratis. Program kesehatan gratis telah berhasil hanya seakan-akan sebagai simulakra dengan angka dan presentase tingkat kematian yang menurun, dan hal itu belum tentu dipengaruhi oleh sigapnya pemerintah memperjuangkan program kesehatan gratis dengan slogan “jangan belenggu energimu untuk melakukan pelayanan kesehatan gratis.”

Pendidikan Gratis
Di sisi lain, dalam konteks pendidikan pemerintah dengan gebrakannya wajib belajar 12 tahun merupakan sebuah langkah taktis dengan fenomena tingginya angka putus sekolah. Pendidikan untuk semua tentunya akan memunculkan banyak pertanyaan tetapi pertanyaan yang lebih inti yaitu apakah hari ini pendidikan masih diperuntukkan untuk semua kalangan?? Jawabannya mungkin akan lebih banyak tidak tetapi mungkin bagi para pemilik Status quo akan mengatakan iya.! Tetapi kita tidak harus berdebat dimasalah tersebut dan kita harus segera melihat sebuah realitas. Dalam fakta sejarah dari sebelum adanya kebijakan politk etis masalah pendidikan sebenarnya sudah ada tetapi hanya diperuntukan bagi kalangan bangsawan dan keluarga-keluarga kerajaan, seiring dengan berjalannya waktu pendidikan sedikit bergeser dari milik para penguasa berubah menjadi milik orang yang memiliki finansial yang lebih banyak. Jadi dalam fakta sejarah pendidikan memang tidak pernah diperuntukkan untuk semua kalangan. Dalam masa kontemporer ini kita melihat sebuah realitas yang cukup mengelitik hati yaitu sebuah fenomena dimana hampir 60% siswa SMA/SMK tidak bisa melanjutkan pendidikan mereka keperguruan tinggi dan mereka memiliki alasan yang sama yaitu Biaya pendidikan yang terlalu tinggi dan jutaan anak usia sekolah berada di jalanan bahkan bekerja untuk menghidupi keluarganya. Sebuah ironi dinegeri yang kaya akan sumber daya alam yang hanya untuk membiayai masalah pendidikan itu tidak mampu.

Mungkin itulah alasan mengapa pemerintah membuat kebijakan pendidikan gratis, akan tetapi muncul kembali pertanyaan besar apakah kebijakan tersebut sedang baik-baik saja ??? Coba kita tengok bagaimana kualitas pendidikan Indonesia, tenaga pengajar, Fasilitas, model pembelajaran, serta siswa itu sendiri. Dan sungguh ironi ketika secara perlahan masyarakat terkonstruk pikirannya bahwa sekolah yang berada di kota jauh lebih baik ketimbang yang berada di daerah kecamamatan/ pedesaan. Secara tidak langsung bahwa program tersebut tidak lebih dari penyediaan jatah ruang di bangku sekolah bagi mereka yang kurang mampu, pengadaan buku-buku, pelatihan-pelatihan tapi tak pernah sinergi dengan peningkatan kualitas system pembelajaran itu sendiri. Pendidik yang merupakan salah satu indikator penilaian bagaimana proses pendidikan kita berhasil tetapi yang terjadi sekarang bukannya para pendidik mengajar pada disiplin ilmunya masing-masing tetapi cuma mengejar jam mengajar yang akan menentukan penghasilan mereka berikutnya. Hampir semua dalam pendidikan orientasi kita dibentuk bagaimana menjadi orang yang berpenghasilan banyak atau disulap menjadi seseorang yang materialistik bukan dijadikan orang intelektual yang peka akan keadaan sekelilingnya dan memiliki orientasi akan melakukan perubahan dalam negeri ini.

Antara Peningkatan kesejahteraan dan mengratiskan semua
Mungkin menimbulkan dilematis bagi si pengambil kebijakan dan menimbulkan pertanyaan besar bagi kita semua, apakah program-program gratis di beberapa bidang kehidupan merupakan suatu langkah kongkret dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat ataukah itu tidak lebih dari proses pembodohan masyarakat secara perlahan. Kata salah seorah Guru besar kebijakan Publik salah satu kampus di Makassar, bahwa yang harus di buat bagaimana supaya masyarakat dapat memiliki pengidupan dan pekerjaan yang layak bukan menggratiskan segala hal.

Bukankah sudah jelas dalam Batang Tubuh UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang lajak bagi kemanusiaan dan sudah menjadi Tanggung jawab pemerintah untuk menjadi pelayan masyarakat. Dan menjadi keharusan bagi kita untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidup dan itu juga sebagai bentuk ibadah kepada-Nya sebagaimana dalam Firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 105 yang artinya:

“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”

Ayat di atas mengajarkan bahwa kita tidak saja melakukan ibadah khusus, seperti shalat, tetapi juga bekerja untuk mencari apa yang telah dikaruniakan Allah di muka bumi ini. Kemudian pada surat at-Taubah di atas mengisyaratkan bahwa kita harus berusaha sesuai dengan kemampuan maksimal kita dan hal itu akan diperhitungkan oleh Allah SWT. Orang yang beriman dilarang bersikap malas, berpangku tangan, dan menunggu keajaiban menghampirinya tanpa adanya usaha. Allah menciptakan alam beserta segala isinya diperuntukkan bagi manusia. Namun, untuk memperoleh manfaat dari alam ini, manusia harus berusaha dan bekerja keras. Rasulullah SAW juga menganjurkan umatnya untuk bekerja keras. Beliau menegaskan bahwa makanan yang paling baik adalah yang berasal dari hasil keringat sendiri, Perintah untuk bekerja keras juga terdapat dalam firman Allah QS. Al-Insyiqoq ayat 6 yang artinya: “Wahai manusia sesungguhnya kamu harus bekerja keras (secara sungguh-sungguh) menuju keredaan Tuhanmu”. Jadi semua umat harus bekerja keras dalam memenuhi kebutuhan hidupnya  Hal itu pula yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW sejak kecil hingga akhir hayatnya. Misalnya ketika ia menggembala kan biri-biri serta berniaga hingga ke negeri Syam dengan penuh semangat dan jujur. Begitu pula para sahabat memberikan keteladanan bekerja keras, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan lainnya.

Jadi sebagai umat yang beragama kita memang selalu di perintahkan bekerja keras untuk memenuhi kehidupan hidup dan pemerintah dalam hal ini pemimpin mempunyai tanggung jawab dalam menuntun rakyat kearah kesejahteraan yang berkeadilan social.  Karena menurut hemat saya apabila Konsep Gratis terus di pertahankan, maka perlahan akan menciptakan jiwa-jiwa pemalas, acuh, dan tidak bertanggung jawab terhadap diri sendiri, bangsa, dan Negara.

Semoga kita pernah dengar dan tidak pernah lupa dengan pesan dari John F Kennedy “jangan tanyakan apa yang dapat negara berikan kepadamu, tetapi tanyakan apa yang dapat kamu berikan kepada negara mu (ask not what your country can do for you but ask what you can do for you country)”.