-->

Subscribe Us

download mars humanis fisip unhas

DIALEKTIKA KRITIS “17+8 Tuntutan Rakyat Pasca Aksi 30 Agustus 2025”

 

Diskusi menghadirkan dua perspektif kritis (marxisme, kapitalisme, patriarki) dan subjektif. Perspektif subjektif menyoroti mekanisme kepatuhan yang membuat kita diam dan tunduk, misalnya pada candaan seksis yang diterima sebagai hal wajar. Kekuasaan bekerja lewat repressing power maupun normalisasi perilaku berulang (performativitas), yang membuat masyarakat patuh tanpa sadar. Contohnya, anggota dewan bersukacita saat gajinya naik, padahal seharusnya tunduk pada rakyat sebagai konstituen.

 

Fenomena demonstrasi 30 Agustus 2025 dipicu kebijakan pajak. Banyak daerah menaikkan tarif drastis akibat berkurangnya dana transfer dan tidak diperbarui basis pajaknya, sehingga menimbulkan keresahan publik. DPR dianggap memperburuk keadaan dengan membuat undang-undang tumpang tindih, lebih mementingkan golongan, dan menunjukkan arogansi yang mengikis kepercayaan rakyat. Kondisi ini berpengaruh terhadap capaian internasional, khususnya empat SDGs yang gagal terpenuhi: pengentasan kemiskinan, pekerjaan layak, pengurangan ketimpangan, dan penguatan institusi. Alih-alih memperbaiki, kebijakan justru memperdalam kesenjangan.

 

Masyarakat dan lembaga mahasiswa dituntut aktif menyuarakan ketidakadilan dan berpihak pada rakyat kecil, sebagaimana tampak dalam demonstrasi yang jarang terjadi kecuali jika benar-benar menyentuh kepentingan rakyat. Kasus pemecatan anggota DPR yang bahkan tidak memahami prosedurnya menunjukkan lemahnya birokrasi dan ketiadaan political will. Reformasi birokrasi harus dimulai dari pemahaman cara kerja dan penegakan SOP agar benar-benar berjalan sesuai fungsi.